Kamis, 10 Maret 2016

Kepemimpinan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Kepemimpinan” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dr. Zarah Puspitaningtyas, S.E., S.Sos., M.Sidan bapak Nuryadi, S.KM., M.Kes selaku dosen Manajemen Kesehatan ataspengarahandan kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.


Jember, 26 Februari 2016


Penulis








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Dalam kenyataannya, para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.Para pemimpi juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Kemudian, timbul pertanyaan, “Apa yang membuat seorang pemimpin efektif?” hampir semua orang, apabila diajukan pertanyaan tersebut akan menjawab bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan.
Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan merupakan faktor penting efektivitas manajer. Apabila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin efektif akan meningkat. Apabila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan teknik-teknik kepemimpinan efektif, pengembangan efektivitas personalia dalam organisasi akan tercapai.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kepemimpinan?
2.      Apa fungsi kepemimpinan?
3.      Apa syarat menjadi pemimpin?
4.      Bagaimana pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinan?
5.      Apa saja gaya yang digunakan dalam kepemimpinan?
6.      Bagaimana kepemimpinan menjadi kepemimpinan yang efektif?
1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah
1.    Mengetahui pengertian kepemimpinan.
2.    Mengetahui fungsi kepemimpinan.
3.    Mengetahui syarat menjadi pemimpin.
4.    Mengetahui pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinan.
5.    Mengetahui gaya yang digunakan dalam kepemimpinan.
6.    Mengetahui kepemimpinan yang efektif.
1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
1.    Untuk mengetahui apa pengertian kepemimpinan.
2.    Untuk mengetahui apa saja fungsi kepemimpinan.
3.    Untuk mengetahui apa saja syarat menjadi pemimpin.
4.    Untuk mengetahui bagaimana pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinan.
5.    Untuk mengetahui apa saja gaya yang digunakan dalam kepemimpinan.
6.    Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan yang efektif.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Definisi/Pengertian Kepimpinan
Definisi kepemimpinan juga diajukan Yukl, yang menurutnya adalah “ the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared objectives.“ Artinya proses mempengaruhi orang lain agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau kelompok dalam memenuhi tujuan bersama.”
Definisi kepemimpinan, cukup singkat, diajukan Peter G. Northouse yaitu “ ...is a process whereby an individual influences a group of individuals to achieve a common goal.” Artinya adalah proses dalam mana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu guna mencapai tujuan bersama.” Lewat definisi singkat ini, Northouse menggarisbawahi sejumlah konsep penting dalam definisi kepemimpinan yaitu:kepemimpinan merupakan sebuah proses, kepemimpinan melibatkan pengaruh, kepemimpinan muncul di dalam kelompok dan kepemimpinan melibatkan tujuan bersama.
Kepemimpinan adalah hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-kepatuhan para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin.(kartono, 2005). Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor intern maupun ekstern. (Winardi, 2000). Menurut Pamudji dalam Umam (2012) menyatakan bahwa menurutnya, kepimpinan itu ada dalam setiap usaha kelompook atau memiliki posisi strategis dalam kegiatan kelompok atau organisasi.Oleh karena itu, kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan mengerahkan orang-orang kepada tujuan yang dikehendaki oleh pemimpin.
Untuk melihat terminology kepemimpinan berdasarkan pendekatan manajemen, kita dapat memperhatikan pendapat Stoner (1984) melalui pendekatan manajemen, beliau mendefiniskan kepemimpinan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian anggota organisasi serta proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, unsur-unsur kepempimpinan dalam pendekatan manajemen terdiri atas empat unsur utama, yaitu perencanaan, pengorganisasisan, pemimpin dan pengendalian.Hal ini sekaligus mengisyarakatkan adanya hubungan yang erat antara manajemen dan kepemimpinan.
Dari batasan kepemimpinan sebagaimana telah disebutkan, seorang dikatakan pemimpin apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
2.2        Fungsi Kepemimpinan
Dalam Winardi (2000) fungsi kepemimpinan terbagi dalam 3 aspek yaitu:
a.       Aspek tekis-organisatoris
Dalam aspek ini merupakan elemen perencanaan (PLANNING) yang tercakup secara implisit, perncanaan disuatu pihak meliputi tindakan menetapkan garis besar (policy) yang harus diikuti di dalam proses produksi, sedangkan dilain pihak ia mencakup pula tindakan menetapkan struktur organisasi rumah tangga perusahaan yang bersangkutan
b.      Aspek finansial ekonomis
Dalam aspek finansial ekonomis terkandung elemen pengawasan control dan tindakan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi
c.       Aspek manusia (sosial)
Pada aspek manusia (sosial) disuatu pihak terlihat adanya elemen koordinasi dari semua pekerjaan dilingkungan perusahaan menjadi satu-kesatuan hmogen dan dipihak lain ppihak penciptaan faktor-faktor yang menyebabkan para pejabat cenderung mengerahkan aktifitas mereka semaksimal mungkin.
Adapun fungsi kepemimpinan menurut Kartono (2005) yaitu memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervise/pengawasan yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
2.3        Syarat Kepemimpinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang yang tergolong sebagai pemimpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya telah diberkahi bakat kepemimpinan dan mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan pengalaman kerja. Pengembangan kemampuan itu merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus agar yang bersangkutan semakin memiliki banyak ciri-ciri kepemimpinan.
Walaupun belum ada kesatuan pendapat antara para ahli mengenai syarat-syarat ideal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, beberapa karakter terpenting yang harus dimiliki adalah :
a.       Pendidikan umum yang luas
b.      Bersifat generalis
c.       Kemampuan berkembang secara mental
d.      Keingintahuan yang besar
e.       Kemampuan analistik
f.       Daya ingat yang kuat
g.      Kapasitas integratif
h.      Keterampilan berkomunikasi
i.        Keterampilan mendidik
j.        Personalitas dan objektivitas
k.      Pragnatisme
l.        Naluri untuk menentukan orioritas
m.    Sederhana
n.      Berani, tegas dan sebagainya.
2.4              Pendekatan Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu konsep yang kompleks sehingga para ahli mengkaji masalah ini dari aneka sisi. Masing-masing sisi memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, penulis seperti Peter G. Northouse membagi pendekatan kepemimpinan menjadi:Pendekatan Sifat (Trait), Pendekatan Keahlian (Skill), Pendekatan Gaya (Style), Pendekatan Situasional, Pendekatan Kontijensi, Teori Path-Goal, Teori Pertukaran Leader-Member, Pendekatan Transformasional, Pendekatan Otentik, Pendekatan Tim dan Pendekatan Psikodinamik.
a.         Pendekatan Sifat (Trait Approach atau Quality Approach)
Pendekatan sifat termasuk pendekatan kepemimpinan yang paling tua. Pendekatan sifatmenganggap pemimpin itu dilahirkan (given) bukan dilatih atau diasah. Kepemimpinan terdiri atas atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Sebab itu, pendekatan sifat juga disebut teori kepemimpinan orang-orang besar. Lebih jauh, pendekatan ini juga membedakan antara pemimpin yang efektif dengan yang tidak efektif. Pendekatan ini dimulai tahun 1930-an dan hingga kini telah meliputi 300 riset. 
Fokus pendekatan sifat semata-mata pada pemimpin per se. Pemimpin berbeda dengan pengikut akibat ia punya sejumlah sifat kualitatif yang tidak dimiliki pengikut pada umumnya. Setelah merangkum studi yang dilakukan oleh Ralph Melvin Stogdill (1948), Mann (1959), Stogdill (1974), Lord, DeVader, and Alliger (1986), Kirkpatrick and Locke (1991) dan Zaccaro, Kemp, and Bader (2004), Peter G. Northouse menyimpulkan sifat-sifat yang melekat pada diri seorang pemimpin yang melakukan kepemimpinan (menurutpendekatan sifat) adalah sifat-sifat kualitatif berikut:
1)         Intelijensi – Pemimpin cenderung punya intelijensi dalam hal kemampuan bicara, menafsir, dan bernalar yang lebih kuat ketimbang yang bukan pemimpin.
2)         Kepercayaan Diri – Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kompetensi dan keahlian yang dimiliki, dan juga meliputi harga diri serta keyakinan diri.
3)         Determinasi – Determinasi adalah hasrat menyelesaikan pekerjaan yang meliputi ciri seperti berinisiatif, kegigihan, mempengaruhi, dan cenderung menyetir.
4)         Integritas – Integritas adalah kualitas kujujuran dan dapat dipercaya. Integritas membuat seorang pemimpin dapat dipercaya dan layak untuk diberi kepercayaan oleh para pengikutnya.
5)         Sosiabilitas – Sosiabilitas adalah kecenderungan pemimpin untuk menjalin hubungan yang menyenangkan. Pemimpin yang menunjukkan sosiabilitas cenderung bersahabat, ramah, sopan, bijaksana, dan diplomatis. Mereka sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan menunjukkan perhatian atas kehidupan mereka.
Sementara itu, secara kuantitatif, pendekatan sifat memilah indikator kepemimpinan yang juga dikenal sebagai The Big Five Personality Factors sebagai berikut:
1)         Neurotisisme– Kecenderungan menjadi depresi, gelisah, tidak aman, mudah diserang, dan bermusuhan.
2)         Ekstraversi– Kecenderungan menjadi sosiabel dan tegas serta punya semangat positif.
3)         Keterbukaan– Kecenderungan menerima masukan, kreatif, berwawasan, dan punya rasa ingin tahu.
4)         Keramahan– Kecenderungan untuk menerima, menyesuaikan diri, bisa dipercaya, dan mengasuh.
5)         Kecermatan– Kecenderungan untuk teliti, terorganisir, terkendali, dapat diandalkan, dan bersifat menentukan.
Kelima faktor yang dapat dikuantifikasi di atas, lewat sejumlah riset, punya korelasi kuat dengan kepemimpinan-kepemimpinan tertentu di dalam organisasi.
b.      Pendekatan Keahlian (Skills Approach)
Pendekatan Keahlian punya fokus yang sama dengan pendekatan sifat yaitu individu pemimpin. Bedanya, jika pendekatan sifat menekankan pada karakter personal pemimpin yang bersifat given by God, maka pendekatan keahlian menekankan pada keahlian dan kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siapapun yang ingin menjadi pemimpin organisasi. 
Jika pendekatan sifat mempertanyakan siapa saja yang mampu untuk menjadi pemimpin, maka pendekatan keahlian mempertanyakan apa yang harus diketahui untuk menjadi seorang pemimpin. Definisi pendekatan keahlian adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuan dan kompetensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai seperangkat tujuan. Keahlian, menurut pendekatan keahlian dapat dipelajari, dilatih, dan dikembangkan. 
Pendekatan Keahlian terbagi dua : (1) Keahlian Administratif Dasar, dan (2) Model Keahlian BaruKeahlian Administratif Dasar terdiri atas penguasaan dalam hal: Teknis, Manusia, dan Konseptual.
Keahlian Administratif Dasar. Kepemimpinan banyak didasari oleh tiga keahlian administrasi dasar yaitu: teknis, manusia, dan konseptual. Keahlian-keahlian ini berbeda sesuai sifat dan kualitas seorang pemimpin. 
1)         Keahlian Teknis
Keahlian ini merupakan pengetahuan mengenai dan kemahiran atas jenis pekerjaan tertentu. Keahlian ini meliputi kompetensi-kompetensi di area spesialisasi tertentu, kemampuan analitis, dan kemampuan menggunakan alat dan teknik yang tepat. Contoh, di perusahaan software komputer, keahlian teknis dapat meliputi pengetahuan bahasa program dan bagaimana memprogramnya, serta memastikan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh para klien.
2)         Keahlian Manusia
Keahlian Manusia adalah pengetahuan mengenai dan kemampuan bekerja dengan orang lain. Keahlian ini beda dengan keahlian teknis, di mana keahlian manusia berorientasi manusia, sementara keahlian teknis berorientasi benda.
3)         Keahlian Konseptual
Keahlian konseptual adalah kemampuan untuk bekerja dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep. Jika keahlian teknis bicara tentang kerja dengan benda, keahlian manusia bicara tentang kerja dengan manusia, maka keahlian konseptual bicara tentang kerja dengan ide atau gagasan. Pemimpin yang punya keahlian konseptual merasa nyaman tatkala bicara tentang ide yang membentuk suatu organisasi dan dapat melibatkan diri ke dalamnya. Mereka mahir menempatkan tujuan organisasi ke dalam kata-kata yang bisa dipahami oleh para pengikutnya.
Model Keahlian Baru. Model Keahlian Baru dikenal juga dengan nama Model Kapabilitas. Model ini menguji hubungan antara pengetahuan dan keahlian seorang pemimpin dengan kinerja yang ditunjukkan oleh pemimpin tersebut dalam memimpin. 
c.       Pendekatan Gaya Kepemimpinan
Pendekatan gaya kepemimpinan menekankan pada perilaku seorang pemimpin. Ia berbeda dengan pendekatan sifat yang menekankan pada karakteristik pribadi pemimpin, juga berbeda dengan pendekatan keahlian yang menekankan pada kemampuan administratif pemimpin. Pendekatan gaya kepemimpinan fokus pada apa benar-benar dilakukan oleh pemimpin dan bagaimana cara mereka bertindak. Pendekatan ini juga memperluas kajian kepemimpinan dengan bergerak ke arah tindakan-tindakan pemimpin terhadap anak buah di dalam aneka situasi.
Pendekatan ini menganggap kepemimpinan apapun selalu menunjukkan dua perilaku umum : (1) Perilaku Kerja, dan (2) Perilaku HubunganPerilaku kerja memfasilitasi tercapainya tujuan: Mereka membantu anggota kelompok mencapai tujuannya. Perilaku hubunganmembantu bawahan untuk merasa nyaman baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan situasi dimana mereka berada. Tujuan utama pendekatan gaya kepemimpinan adalah menjelaskan bagaimana pemimpin mengkombinasikan kedua jenis perilaku (kerja dan hubungan) guna mempengaruhi bawahan dalam upayanya mencapai tujuan organisasi.
d.   Pendekatan Kepemimpinan Situasional
Pendekatan Situasional adalah pendekatan yang paling banyak dikenal. Pendekatanini dikembangkan oleh Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard tahun 1969 berdasarkan Teori Gaya Manajemen Tiga Dimensi karya William J. Reddin tahun 1967. Pendekatan kepemimpinan Situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Premis dari pendekatan ini adalah perbedaan situasi membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda. Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif harus mampu menyesuaikan gaya mereka terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. 
Pendekatan kepemimpinan situasional menekankan bahwa kepemimpinan terdiri atasdimensi arahan dan dimensi dukungan. Setiap dimensi harus diterapkan secara tepat dengan memperhatikan situasi yang berkembang. Guna menentukan apa yang dibutuhkan oleh situasi khusus, pemimpin harus mengevaluasi pekerja mereka dan menilai seberapa kompeten dan besar komitmen pekerja atas pekerjaan yang diberikan. 
e.    Pendekatan Teori Path-Goal
Teori Path-Goal sebagai salah satu pendekatan dalam kepemimpinan masih termasuk ke dalam kategori Pendekatan Kontijensi. Teori ini dikembangkan oleh Robert J. House serta Robert J. House and Gary Dessler.
Teori ini mengajukan pendapat bahwa kinerja bawahan dipengaruhi oleh sejauh mana manajer mampu memuaskan harapan-harapan mereka. Teori Path-Goal menganggap bawahan memandang perilaku pemimpin sebagai pengaruh yang mampu memotivasi diri mereka, yang berarti: 
1)          Kepuasan atas kebutuhan mereka bergantung atas kinerja efektif
2)          Arahan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan yang diperlukan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, House mengidentifikasi 4 tipe perilaku kepemimpinan sebagai berikut:
1)         Kepempimpinan Direktif, melibatkan tindak pembiaran bawahan untuk tahu secara pasti apa yang diharapkan dari seorang pemimpin melalui proses pemberian arahan (direksi). Bawahan diharap mengikuti aturan dan kebijakan.
2)         Kepemimpinan Suportif, melibatkan cara yang bersahabat dan bersifat merangkul pemimpin atas bawahan dengan menampakkan perhatian atas kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.
3)         Kepempimpinan Partisipatif, melibatkan diadakannya proses konsultatif dengan para bawahan serta kecenderungan menggunakan evaluasi yang berasal dari opini dan saran bawahan sebelum manajer membuat keputusan.
4)         Kepemimpinan Berorientasi Pencapaian, melibatkan perancangan tujuan yang menantang bagi para bawahan, mencari perbaikan atas kinerja mereka, dan menunjukkan keyakinan bahwa bawahan dapat melakukan kinerja secara baik.
Teori Path-Goal menyatakan bahwa tipe perilaku kepemimpinan yang berbeda dapat dipraktekkan oleh orang yang sama di situasi yang berbeda. Perilaku Kepemimpinan dalam Teori Path-Goal ditentukan oleh dua faktor situasional yaitu: (1) Karakteristik Personal Bawahan dan (2) Sifat Pekerjaan.
Karakteristik Personal Bawahan sangat menentukan bagaimana bawahan bereaksi terhadap perilaku pemimpin serta sejauh mana mereka melihat perilaku pemimpin tersebut sebagai sumber langsung dan potensial untuk memuaskan kebutuhan mereka. Sifat Pekerjaan berhubungan dengan sejauh mana pekerjaan bersifat rutin dan terstruktur, atau bersifat non rutin dan tidak terstruktur.
Contoh, semakin terstruktur suatu pekerjaan, semakin tujuannya jelas, dan semakin terbangun rasa percaya diri bawahan, maka upaya untuk terus-menerus menjelaskan suatu pekerjaan atau pengarahan merupakan tindakan pemimpin yang tidak diharapkan oleh bawahan. Namun, tatkala pekerjaan tidak terstruktur secara baik, tujuan tidak jelas, dan bawahan kurang pengalaman, lalu gaya kepemimpinan yang bersifat direktif (pengarah) akan lebih diterima oleh para bawahan. 
Perilaku kepemimpinan yang efektif didasarkan atas kehendak pemimpin untuk membantu bawahan dan kebutuhan bawahan untuk dibantu pemimpin. Perilaku kepemimpinan akan bersifat motivasional sejauh perilaku tersebut menyediakan arahan, bimbingan dan dukungan yang diperlukan bawahan,  mendorong hubungan path-goal secara lebih jelas, dan membuang tiap hambatan yang merintangi pencapaian tujuan. 

f.       Pendekatan Teori Pertukaran Leader-Member (Pemimpin-Anggota)
Hingga sejauh ini, pendekatan-pendekatan kepemimpinan lebih tertuju pada Pemimpin (Pendekatan Sifat, Pendekatan Keahlian, dan Pendekatan Gaya) atau pada Pengikut dan Konteks Situasi (Pendekatan Situasional, Teori Kontijensi, dan Teori Path-Goal). TeoriLeader-Member Exchange (LMX Theory) berbeda.
Teori LMX fokus pada interaksi antara Pemimpin dengan Pengikut. Teori ini termanifestasi dalam pola hubungan dyadic (berdasar 2 pihak) antara pemimpin dan pengikut sebagai fokus proses kepempimpinan.  Dalam interaksi pemimpin-pengikut, terdapat tiga fase interaksi, yang bagannya sebagai berikut:
Tabel 1 Fase Interaksi Pemimpin-Pengikut versi Northouse
Fase
Tahap 1
Asing
Tahap 2
Perkenalan
Tahap 3
Persekutuan
Peran
Tertulis
Pengujian
Negosiasi
Pengaruh
Satu Arah
Campuran
Timbal Balik
Pertukaran
Kualitas Rendah
Kualitas Moderat
Kualitas Tinggi
Kepentingan
Diri Sendiri
Diri Sendiri dan Orang Lain
Kelompok

Fase-fase tersebut adalah Fase Asing, Fase Perkenalan, dan Fase Persekutuan.
1)            Fase Asing. Pada fase ini interaksi dyad pemimpin-bawahan  umumnya terbangun lewat aturan formal organisasi atau kontrak pekerjaan yang telah ditandatangani. Pemimpin dan bawahannya berhubungan satu sama lain sesuai dengan peran-peran yang diharapkan oleh organisasi selaras dengan job description. Bawahan berhadapan dengan seorang pemimpin yang bersifat formal, yang secara hirarkis  statusnya berada di atas posisi mereka, dan tujuan di dalam diri bawahan sekadar memperoleh reward ekonomis dari kendali yang diterapkan pemimpin. Motif-motif bawahan selama Fase Asing diarahkan terhadap kepentingan diri mereka sendiri ketimbang kebaikan kelompok.
2)            Fase Perkenalan. Fase ini diawali adanya tawaran yang diajukan pemimpin atau bawahan untuk meningkatkan pertukaran sosial yang sifatnya career-oriented, yang bisa saja melibatkan saling berbagi sumber daya atau informasi. Fase ini merupakan fase pengujian, baik untuk pemimpin ataupun bawahan. Dari sisi bawahan, pengujian berkisar pada ketertarikan bawahan untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih. Dari sisi pemimpin, untuk menilai apakah ia mau menyediakan tantangan baru atas bawahan. Selama fase ini, dyad beralih dari interaksi yang sekadar diatur lewat formalnya peraturan dan peran jabatan menuju cara berhubungan yang baru. Dyad yang berhasil dalam Fase Perkenalan diawali dengan terbangunnya kepercayaan dan respek yang lebih besar atas satu sama lain. Mereka mengurangi fokus atas kepentingan diri mereka sendiri dan beralih pada pencapaian tujuan kelompok.
3)            Fase Persekutuan. Fase ini ditandai dengan pertukaran Leader-Member yang berkualitas tinggi. Pihak-pihak yang masuk ke tahap ini menunjukkan hubungan yang didasarkan pada kesalingpercayaan, respek, dan rasa kewajiban satu sama lain. Mereka telah menguji hubungan mereka bangun dan menemukan situasi di mana mereka sesungguhnya dapat bergantung satu sama lain. 
Studi yang dilakukan Chester A. Schriesheim, Stephanie L. Castro, Xiaohua Zhou, dan Francis J. Yammarino tahun 2001 atas 75 manajer bank dan 58 insinyur mesin, menunjukkan bahwa hubungan leader-member yang baik adalah tatkala mereka mulai lebih bersifat egalitarian. 
Salah satu intrumen yang berupaya mengukur pertukaran Hubungan Leader-Member (LMX) disajikan oleh Richard L. Daft. Contohnya seperti di sampaikan di bawah ini dengan modifikasi pada pemberian Skala Likert:



Tabel 2 Instrumen LMX versi Daft

Sebagai sesama manusia, saya menyukai atasan saya.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Saat saya membuat kesalahan, atasan langsung saya membela saya bahkan di depan atasannya sendiri.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Pekerjaan yang saya lakukan selalu melampaui apa yang sesungguhnya diinginkan atasan saya.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Saya mengagumi pengetahuan profesional dan kemampuan atasan saya.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Atasan saya adalah orang menyenangkan untuk diajak bekerja sama.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Demi kepentingan kelompok saya bersedia bekerja secara maksimal.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Atasan saya memuji pekerjaan saya dihadapan orang lain.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
Saya respek pada kemampuan manajemen atasan saya.
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS

g.      Pendekatan Kepemimpinan Transformasional
Pendekatan Kepemimpinan Transformasional awalnya digagas oleh James MacGregor Burns tahun 1978.Ia membedakan 2 jenis kepemimpinan yaitu Kepemimpinan Transaksional dan lawannya, Kepemimpinan Transformasional. 
Pemimpin bercorak transaksional adalah mereka yang memimpin lewat pertukaran sosial. Misalnya, politisi memimpin dengan cara “menukar satu hal dengan hal lain: pekerjaan dengan suara, atau subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial bagi produktivitas atau tidak memberi rewardatas kurangnya produktivitas. 
Pemimpin bercorak transformasional adalah mereka yang merangsang dan mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai sesuatu yang tidak biasa dan, dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas kepemimpinannya sendiri. Pemimpin transformasional membantu pengikutnya untuk berkembang dan membuat mereka jadi pemimpin baru dengan cara merespon kebutuhan-kebutuhan yang bersifat individual dari para pengikut. Mereka memberdayakan para pengikut dengan cara menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para pengikut, pemimpin, kelompok, dan organisasi. 
Kepemimpinan Transformasional dapat mengubah pengikut melebihi kinerja yang diharapkan, sebagaimana mereka mampu mencapai kepuasan dan komitmen pengikut atas kelompok ataupun organisasi.
Bagan Lengkap item pertanyaan untuk kepemimpinan transformasional dan transaksional sebagai berikut:
















Tabel 3 Kuesioner Kepemimpinan Transformasional versi Bass and Riggio

SKALA
ITEM PERTANYAAN
Tranformasional


Idealized-Influence (Attibuted Charisma)
Pemimpin menanamkan kebanggaan pada diri saya karena saya bergabung dengan mereka.
Idealized-Influence (Perilaku)
Pemimpin merinci pentingnya memiliki tujuan dalam bekerja.
Inspirational Motivation
Pemimpin menyatakan visi-visi yang menarik di masa depan.
Intellectual Stimulation
Pemimpin selalu mengupayakan cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah.
Individual Consideration
Pemimpin kerap meluangkan waktu untuk mengajari dan melatih bawahannya.
Transaksional


Contingent Reward
Pemimpin jelas membedakan apa yang akan saya peroleh lewat kinerja tertentu.
Management-By-Exception Aktif
Pemimpin fokus pada ketidakteraturan, kesalahan, pengecualian, dan penyimpangan atas standar kerja.
Management-By-Exception Pasif
Pemimpin menunjukkan bahwa ia yakin bahwa kalau tidak ada masalah, jangan mengutak-kutik sesuatu.
Laissez-Faire
Pemimpin kerap menunda tanggapan atas masalah atau permintaan penting.

h.      Pendekatan Kepemimpinan Otentik
Kepemimpinan otentik terdapat dalam tulisan Bruce J. Avolio and Fred Luthans.Avolioand Luthans mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai “proses kepemimpinan yang dihasilkan dari perpaduan antara kapasitas psikologis individu dengan konteks organisasi yang terbangun baik, sehingga mampu menghasilkan perilaku yang tinggi kadar kewaspadaan dan kemampuannya dalam mengendalikan diri, sekaligus mendorong pengembangan diri secara positif.”
Kepemimpinan otentik memiliki empatkomponen, yaitu: (1) Kewaspadaan Diri; (2) Perspektif Moral yang Terinternalisasi; (3) Pengelolaan Berimbang; dan (4) Transparansi Hubungan. 
1)            Kewaspadaan Diri
Meningkatnya kewaspadaan diri adalah faktor perkembangan penting bagi pemimpin otentik. Lewat refleksi, pemimpin otentik dapat mencapai derajat yang jelas seputar nilai-nilai inti yang mereka anut, identitas, emosi, dan motivasi atau tujuannya. Dengan mengenali diri sendiri, pemimpin otentik memiliki pemahaman yang kuat seputar kediriannya sehingga menjadi pedoman mereka baik dalam setiap proses pengambilan keputusan maupun dalam perilaku kesehariannya.Kewaspadaan diri digambarkan pula sebagai memiliki kewaspadaan atas, dan keyakinan dalam, motif, perasaan, hasrat, dan pengetahuan diri relevan lainnya. Kewaspadaan diri juga melibatkan kesadaran akan kekuatan diri, kelemahan diri, sebagai unsur-unsur yang saling bertolak belakang yang ada pada setiap manusia. Kewaspadaan diri adalah proses yang berlangsung selama refleksi seorang pemimpin atas nilai, identitas, emosi, dan motivasi serta tujuannya yang unik. 
a)      Nilai
Pemimpin otentik akan melawan setiap tuntutan situasional serta sosial yang dianggap mencoba melemahkan nilai-nilai yang mereka miliki. Nilai-nilai ini bisa didefinisikan sebagai “konsepsi yang diinginkan seorang aktor sosial – pemimpin organisasi, pembuat kebijakan, individu – yang membimbing cara mereka dalam memilih tindakan, menilai orang dan peristiwa, serta menjelaskan tindakan dan evaluasinya tersebut. Nilai juga menyediakan dasar bagi tindakan pemimpin dalam upaya penyesuai mereka atas kebutuhan komunitas yang mereka pimpin ataupun unit organisasi mereka secara khusus. Nilai dipelajari lewat proses sosialisasi. Sejak terinternalisasi, nilai tersebut menjadi bagian integral dari sistem kedirian seseorang. Sehubungan dengan pemberian pengaruh pemimpin pada pengikut, nilai tersebut tidak bisa dikompromikan dan akan mereka transfer.
b)      Identitas
Identitas adalah teori yang mencoba untuk menggambarkan, menghubungkan, dan menjelaskan sifat, karakter, dan pengalaman individu. Dua tipe identitas yang didiskusikan dalam konteks kepempinan otentik adalah : (1) identitas personal, dan (2) identitas sosial. Identitas personal adalah kategorisasi diri yang didasarkan pada karakteristik unik seseorang – termasuk sifat dan atributnya – yang membedakan satu individu dengan individu lainnya. Identitas sosial adalah identitas yang didasarkan atas sejauh mana individu mengklasifikasikan dirinya selaku anggota dari suatu kelompok sosial tertentu, termasuk kekuatan emosi dan nilai yang terbentuk terkait dengan keanggotaan tersebut. Identitas personal dan sosial saling berhubungan satu sama lain sebagai hasil refleksi seseorang atas dirinya sendiri serta interaksinya dengan orang lain. Pemimpin otentikmemahami identitas personal dan sosial ini secara jelas dan selalu mewaspadainya.
c)      Emosi
Pemimpin otentik juga memiliki kewaspadaan diri yang bersifat emosional. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, semakin waspada mereka atas emosi tersebut sehingga dapat memahami pengaruhnya  atas proses kognitif dan kemampuan pembuatan keputusannya. Kesadaran diri seputar dimensi emosi seseorang merupakan prediktor kunci untuk membangun kepemimpinaan yang efektif.
d)     Motivasi/Tujuan
Pemimpin otentik berorientasi pada masa depan. Mereka secara terus-menerus berupaya mengembangkan baik dirinya maupun para pengikutnya. Tindakan pemimpin otentik diarahkan oleh motif-motif untuk menyempurnakan dirinya. Mereka cenderung aktif mencari feedback yang akurat dari para stakeholder (pengikut, teman, mentor, pelanggan) tidak hanya untuk mengkonfirmasi pandangan pribadi mereka sendiri, tetapi juga guna mengenali diskrepansinya (kesenjangannya) antara kondisi nyata dengan pandangan pribadinya. 
2)            Perspektif moral yang terinternalisasi
Perspektif moral yang terinternalisasi menggambarkan proses pengaturan diri sendiri di mana pemimpin cenderung meresapkan nilai-nilai mereka kepada maksud juga tindakan mereka. Pemimpin otentik akan melawan setiap tekanan eksternal yang berlawanan dengan standar moral yang mereka pegang melalui proses regulasi internal di dalam diri mereka, yang memastikan bahwa nilai-nilai mereka tetap selaras dengan tindakan yang mereka ambil. Dengan meresapkan nilai ke dalam tindakan serta bertindak menurut kesejatian diri sendiri, pemimpin otentikmenunjukkan konsistensi antara apa yang mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan.
3)            Pengelolaan Berimbang.
Pengelolaan berimbang juga kerap dirujuk sebagai pengelolaan yang tidak memihak. Terhadap informasi negatif dan positif, pemimpin otentik mampu mendengar, menafsir, dan memprosesnya dengan cara yang obyektif. Proses ini mereka lakukan sebelum mengambil keputusan dan tindakan. Proses ini meliputi pengevaluasian kata-kata dan tindakan mereka sendiri secara obyektif tanpa mengabaikan atau menyimpangkan sesuatu yang ada, termasuk interpretasi seputar gaya kepemimpinannya sendiri. Pengelolaan berimbang juga berhubungan dengan karakter dan integritas seorang pemimpin.
4)            Transparansi Hubungan
Pemimpin otentik tidak cukup hanya memiliki kewaspadaan diri, selaras antara tindakan dengan nilai, dan obyektif dalam menafsir, tetapi seorangpemimpin otentik juga harus mampu mengkomunikasikan informasi dengan cara terbuka dan jujur dengan orang lain lewat pengungkapan diri sendiri yang cenderung bisa dipercaya. 
Sulit untuk waspada dan tidak memihak apabila sudah diperhadapkan dengan kelemahan diri sendiri. Namun, adalah lebih sulit lagi untuk mengekspos kelemahan tersebut pada orang lain di dalam organisasi. Kendati begitu, menjadi terbuka dengan perasaan, motif, dan kecenderungan orang lain akan membangun kepercayaan dan perasaan stabil, menguatkan kerjasama dan semangat kerja di dalam tim yang mereka pimpin. Pemimpin yang menunjukkan transparansi hubungan akan dianggap sebagai pemimpin yang lebih sejati dan lebih otentik
i.        Pendekatan Kepemimpinan Tim
Tim adalah kelompok di dalam organisasi yang anggota-anggotanya saling bergantung satu sama lain, saling berbagi tujuan bersama, dan dicirikan oleh adanya satu orang yang mengkoordinasikan kegiatan bersama mereka. Koordinasi tersebut dilakukan demi mencapai tujuan bersama. Contoh dari sebuah tim adalah tim manajemen proyek, gugus tugas, unit-unit kerja, atau tim pengembang organisasi. 
Di dalam tim, fungsi utama kepemimpinan adalah berupaya mencapai tujuan organisasi (tim) secara kolektif, bukan individual. Tim umumnya memiliki seorang pemimpin yang telah ditentukan. Pemimpin tersebut dapat berasal dari dalam tim itu sendiri maupun dari luar. 
j.        Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan psikodinamik dalam kepemimpinan dibangun berdasarkan dua asumsi dasar.Pertama, karakteristik personal individu sesungguhnya telah tertanam jauh di dalam kepribadiannya sehingga sulit untuk diubah walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah pengikut harus menerima secara legowo karakteristik seorang pemimpin, memahami dampak kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan dan faktor ideosinkretik yang melekat pada seorang pemimpin. Kedua, invididu memiliki sejumlah motif dan perasaan yang berada di bawah alam sadarnya. Motif dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku individu tidak hanya merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa diamati, melainkan juga residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah mengendap sekian lama di alam bawah sadarnya. 
Pendekatan psikodinamik berakar dari karya psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud berusaha membantu masalah para pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh metode-metode konvensional. Metode yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien guna menyingkap alam bawah sadanya. Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya, Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis Frued dan Jung inilah yang kemudian mendasari pendekatan psikodinamika dalam kepemimpinan.
Carl Gustav Jung kemudian mengembangkan alat ukur yang menjadi dasar pengukuran Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi.Pertama, menekankan pada kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun eksternal). Kedua, melibatkan cara orang mengumpulkan informasi (secara zakelijkataupun lebih intuitif dan acak). Ketiga, cara individu membuat keputusan (apakah rasional-faktual ataukah subyektif-personal). Keempat, menekankan pada perbedaan antarindividu, antara yang terencana dengan yang spontan.
Berdasarkan keempat dimensi tersebut, Jung kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi dasar kategorisasi kepemimpinan psikodinamik yaitu :
1)            Ekstraversi versusintroversi, meliputi kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal ataukah eksternal.
2)            Sensing versus intuiting, meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi secara empirik ataukah intuitif
3)            Thinking versusfeeling, yang meliputi kecenderungan individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif
4)            Judging versus perceiving, meliputi kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan spontan. Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16 kombinasi. 
Ektraversi adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan informasi, inspirasi, dan energi dari luar dirinya. Salah satu ciri individuekstrovert adalah mereka bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain dan memiliki kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai dalam pergaulan sosial. 
Sebaliknya, individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan pemikirannya sendiri dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan rangsangan eksternal. Individu seperti pun cenderung mendengar ketimbang berbicara. Mereka mampu mengumpulkan informasi baik melalui kegiatan membaca ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi adalah kebutuhannya untuk menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri.
Dimensi sensing dan intuition berkait dengan kegiatan invididu dalam memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data lewat perasa (sensing), dan pemikiran mereka berkisar di sekitar masalah praktis dan faktual. Individu kategori sensingcenderung menyukai rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih memperhatikan segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan rasakan. Ketepatan dan akurasi adalah kesukaan utama orang yang berdimensi sensing
Tipe Intuition adalah orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih menyukai kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta melakukan hal-hal yang tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengumpulkan informasi, tipe intuition mencari segala keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung menggunakan kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data. Thinking dan Feeling, setelah memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan berdasarkan data dan fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan, yaitu dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk kategori thinkingcenderung menggunakan logika, menjaga obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan kegiatan ini, mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur. 
Kebalikan dari thingking adalah feeling. Tipe ini cenderung subyektif, mencari harmoni dengan orang lain, serta lebih memperhatikan perasaan orang lain. Individu tipe ini pun cenderung lebih terlibat dengan orang lain baik di dalam lingkup pekerjaan, serta umumnya dianggap sebagai individu yang bijaksana atau manusiawi. 
Judging dan Perceiving Tipe judger cenderung menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana, terjadual, dan hal-hal yang solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai kepastian dan cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa yakin pada metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung lebih fleksibel, adaptif, tentatif, dan terbuka. Mereka ini lebih spontan. Perceiver menghindarideadline yang serius dan bisa mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan. Tabel kelebihan dan kekurangan dari dimensi Jung sebagai berikut:
Tabel 4 Pilihan Psikologis dan Kepemimpinan versi Stech 2010
Tipe Pemimpin
Kelebihan Pemimpin
Kekurangan
Thinker
Obyektif
Rasional
Penuntas masalah
Kritis
Penuntut
Tidak sensitif
Feeler
Empatik
Kooperatif
Loyal/Setia
Tidak tegas
Berubah-ubah
Ekstravert
Bersemangat
Komunikatif
Terbuka
Kebanyakan ngomong
Ceroboh
Introvert
Pendiam
Reflektif
Pemikir
Lambat memutuskan
Ragu-ragu
Intuitor
Pemikir strategis
Berorientasi masa depan
Samar-samar
Tidak rinci
Sensor
Praktis
Berorientasi tindakan
Tidak imajinatif
Cenderung rincian
Judger
Tegas
Ketat pada rencana
Kaku
Tidak fleksibel
Perceiver
Fleksibel
Penasaran
Informal
Berantakan
Tidak fokus
Kuesioner yang populer untuk mengukur keempat dimensi Jung tersebut adalah yang dikembangkan Myers dan Briggs yang disebut MBTI (Myers-Briggs Typhology Inventory). 
Kajian formal atas pendekatan psikodinamika dalam kepemimpinan dilakukan seorang profesor manajemen di Harvard University, Abraham Zaleznik, tahun 1977. Zaleznik banyak menggunakan data dari para pemimpin karismatik. Pada masa yang kemudian, Michael Maccoby mulai mengembangkan pendekatan psikodinamik, yang memadukan antara bidang antropologi dengan pelatihan psikoanalitik. Akhirnya, pada tahun 2003, Maccoby berhasil mengembangkan apa yang kemudian dikenal sebagai tipe pemimpin bercorak narsistik produktif sebagai kategori pemimpinan yang visioner. Pendekatan psikodinamik ini juga menganggap bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh latar belakang keluarga dan polesan-polesan psikologis.
2.5           Gaya Kepemimpinan
a.      Gaya Kepemimpinan
1)        Teori X dan TeoriY
Dalam studi klasik, McGregor menjelaskan dua gaya kepemimpinan, yaitu Teori X dan Teori Y, yang cocok untuk tipe organisasi yang berbeda. Teori X lebih cocok untuk organisasi dengan pegawai yang tidak menyukai situasi kerja mereka dan akan menghindari perkejaan jika memungkinan, Pada kasus ini, pegawai harus dipaksa, dikendalikan, atau ditegur agar organisasi mencapai sasaran dan tujuannya. Pegawai mencari kendali karena mereka tidak bersedia mengarahkan proses kerja mereka. Hal yang paling penting bagi mereka adalah keamanan. McGregor mengatakan bahwa situasi ketika pegawai merasa tidak senang dan perlu dikendalikan akan mendorong pimpinan pada gaya kepemimpinan otoriter. Teori X menggambarkan pendekatan yang sangat negatif terhadap kepemimpinan.
Teori Y cocok untuk organisasi dengan pegawai yang menyukai yang menyukai pekerjaanmereka dan merasa bahwa pekerjaannya natural dan penuh ketenangan. Selain itu, karena pegawai menerima sasaran dan tujuan organisasi, mereka berkeinginan mengarahkandiri mereka sendiri dan bahkan mencari tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi. Akhirnya pengambilan keputusan terjadi pada semua tingkat organisasi. Teori Y pada dasarnya merupakan bentuk kepemimpinan demokrasi
2)        Managerial Grid
Blake dan Mouton mengadaptasi Managerial Grid (Instrumen yang ditemukan oleh Blake dan koleganya) untuk membentuk Leadership Grid. Terdapat 81 posisi pada kisi dan lima gaya kepemimpinan yang berbeda. Sumbu vertikal menggambarkan perhatian pada pegawai dan sumbu horizontal menggambarkan perhatian pada produksi (perilaku berorientasi tugas). Lokasi setiap gaya kepemimpinan pada kisi ditentukan oleh tempat gaya tersebut berada dalam dua dimensi. Sebagai contoh, pendakatan country club management ditandai dengan tingkat perhatian pada pegawai yang tinggi dan tingkat perhatian pada produksi yang rendahserta ditempatkan pada sudut kiri atas kisi. Pendekatan manajerial inimenciptakan suasana santai dan membuat pegawai senang untuk datang bekerja.
Jika pempinan tidak serius dalam memperlihatkan kesejahteraan pegawai atau produksi, hasilnya adalah improverished management. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin terlibat dalam upaya minimum yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah produksi.
Pendekatan ketiga adalah team management , dengan tingkat perhatian pada pegawai dan produksi tinggi. Hubungan saling percaya yang kuat berkembang dan semua atau sebagian besar pegawai merasa berkomitmen untuk menyelesaikan tugas yang ditanganinya. Pada pendekatan Authority-Obedience , perhatian utama pemimpin adalah mengontrol proses produksi dan meningkatkan produktivitas. Perhatian pemimpin untuk kesejahteraan pegawai rendah. Sedangkan, organization man management yaitu mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan pegawai dengan kebutuhan produksi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhhAqFk8gmj-TWEyarb2iWfiBlH8Cu_CVjWSpW5QVgUoR4gjVsPhRgMu_FMoM04tObJ0UK1h59PsyALeqq8ZwblGsEzGTb0tUGW2PV0PJ41NajJl6HZx3n21IJUDo1C1WUfAPTDtnDbTx6a/s640/T205_2_010i.jpg


















3)        Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kepribadian
Padadasarnyadidalamsetiapgayakepemimpinan terdapat2unsurutama,yaituunsur pengaraha(directive  behavior)  dan  unsur  bantua(supporting   behavior).Sedangkan berdasarkankepribadianmakagayakepemimpinan dibedakanmenjadi(RobertAlbanese,David D.VanFleet,1994):
a)     Gaya KepemimpinanKharismatis
Gayakepemimpinankharismatisadalahgayakepemimpinan yangmampumenarikatensi banyakorang,karenaberbagaifaktoryangdimilikiolehseorang pemimpinyangmerupakan anugerahdariTuhan.Kepribadian dasarpemimpin modeliniadalahkuning.Kelebihangaya kepemimpinankarismatisiniadalamampumenarikorang.Merekaterpesonadengancara berbicaranyayangmembangkitkansemangat.Biasanyapemimpindengankepribadiankuningini visionaris.Merekasangatmenyenangiperubahandantantangan.Namun,kelemahanterbesar tipekepemimpinan modelinibisasayaanalogikandenganperibahasa"TongKosong Nyaring Bunyinya".Merekamampumenarikoranguntukdatangkepadamereka. Setelah beberapalama, orang-orangyangdatanginiakankecewakarenaketidak-konsistenan pemimpintersebut.Apa yangdiucapkanternyatatidakdilakukan.Ketikadimintapertanggungjawabannya, sipemimpin akanmemberikanalasan, permintaanmaafdanjanji.GayakepemimpinankharismatisbisaefektifjikaMerekabelajaruntukberkomitmen,sekalipunseringkalimerekaakangagal dan Merekamenempatkanorang-oranguntukmenutupikelemahanmereka,dimanakepribadian ini berantakandantidaksistematis.
b)    Gaya KepemimpinanOtoriter
Gayakepemimpinan otoriteradalahgayapemimpinyangmemusatkansegalakeputusan dankebijakanyangdiambildaridirinyasendirisecarapenuh. Segalapembagian tugasdan tanggungjawabdipegangolehsipemimpinyangotoritertersebut,sedangkanparabawahan hanyamelaksanakantugasyangtelahdiberikan.Dalamgayakepemimpinanotoriter,pemimpin mengendalikansemuaaspekkegiatan.Pemimpinmemberitahukan sasaranapasajayangingin dicapai dan cara untuk mencapai  sasaran  tersebut,  baik itu sasaran utama  maupunsasaran minornya.
Pemimpinyangmenjalankangayakepemimpinan inijugaberperansebagaipengawas terhadapsemuaaktivitasanggotanya danpemberijalankeluarbilaanggotamengalamimasalah. Dengakatlain,  anggottidak  perlu  pusing   memikirkaapappun.  Anggota   cukup melaksanakanapayangdiputuskanpemimpin.
Kepribadian dasar pemimpin modeliniadalahmerah.Kelebihanmodelkepemimpinan otoriterini  ada padapencapaianprestasinya.Tidakada satupuntembok     yang     mampu menghalangi langkah   pemimpiini.Ketika diamemutuskansuatu tujuan,itu adalah harga mati, tidak ada alasan,yang adaadalahhasil.Langkah -langkahnyapenuhperhitungandan sistematis. Dingindansedikitkejamadalahkelemahanpemimpindengankepribadian merah ini.Mereka sangat mementingkantujuan,sehingga tidak pernah peduli dengancara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.  Gaya  kepemimpinainimenganggapbahwa semua orang adalah musuh, entah   itu   bawahannya atau rekan kerjanya.Gaya kepemimpinan otoriteini kadangkalamenekankan kepada  bawahannya supaya tidak menjadi ancaman, dengan kedisiplinanyangtidakmasukakalataudengantargetyangtakmungkin dicapai.Gaya kepemimpinan otoriterinibisaefektifbilaadakeseimbanganantaradisiplinyangdiberlakukan kepadabawahanserta adakompromiterhadapbawahan.
c)     Gaya KepemimpinanDemokratis
Gayakepemimpinan demokratisadalahgayapemimpinyangmemberikanwewenang secaraluaskepadaparabawahan.Setiapadapermasalahanselalumengikutsertakan bawahan sebagaisuatutimyangutuh.Dalamgayakepemimpinan demokratispemimpinmemberikan banyainformasitentangtugas serta tanggungjawab para bawahannya.Kepribadiandasar pemimpinmodelini adalahputih.
Padagayakepemimpinan demokrasi,anggotamemilikiperananyanglebihbesar.Pada kepemimpinaini seorang pemimpin hanya menunjukkansasaran yang ingin dicapai saja, tentangcarauntukmencapaisasarantersebut,anggotayangmenentukan.Selainitu,anggota jugadiberikeleluasaanuntukmenyelesaikanmasalahyangdihadapinya.Kelebihangayakepemimpinan demokratisiniadadipenempatan perspektifnya.Banyak orangseringkalimelihatdarisatusisi,yaitusisikeuntungan dirinya.Sisanya,melihatdarisisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpindengankepribadianputihiniyangbisamelihatkedua sisi,dengan jelas.Apayangmenguntungkandirinya, danjugamenguntungkanlawannya.Dalam bahasasederhana,seorangpemimpinyangmemilikigayakepemimpinan jenisinimerupakan diplomatoryangulung,atauwin-winsolution.   Kesabarandankepasifanadalahkelemahan pemimpindengangayademokratisini.Umumnya, merekasangatsabardansanggupmenerima tekanan.Namunkesabarannyaini  bisasangat  -sangatketerlaluan.Merekabisamenerima perlakuanyangtidakmenyengangkantersebut,tetapi pengikut-pengikutnyatidak.Danseringkali hal inilahyangmembuatparapengikutnyameninggalkansi pemimpin.Gaya  kepemimpinandemokratis ini akan efektif bila pemimpinmauberjuanguntukberubahkearahyanglebih dan memilikisemangatbahwahidupinitidakselaluwin-win solution, adakalanyaterjadiwin-loss solution.Pemimpinharusmengupayakan agardiatidakselalukalah,tetapiadakalanyamenjadi pemenang.
d)    Gaya KepemimpinanMoralis
Gaya kepemimpinamoraliadalagaykepemimpinanyang paling menghargai bawahannya.  Kepribadian dasar pemimpin  model   ini   adalah   biru.   Biasanya   seorang pemimpin   bergaya   moralis   sifatnyahangat   dansopankepadasemuaorang.Pemimpin bergaya moralispadadasarnya memiliki empati yantinggterhadap permasalahan  para bawahannya. Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang-orangdatang karenakehangatannyakaterlepas  dari  segala    kekurangannya.   Pemimpin  bergaya moraliadalah sangat emosinal. Diasangattidak stabil, kadang  bisa  tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan     bersahabat. Gayakepemimpinanmoralisini efektifbilakeberhasilanseorangpemimpinmoralis dalam   mengatasi   kelabilanemosionalnya seringkalimenjadiperjuanganseumurhidupnya dan belajamempercayai  oranlaiatamembiarkamelakukan dengancaramereka, bukandengancaraanda.
4)        Kepemimpinan Situsional
Dalam hal ini, pemimpin sebaiknya menggunakan gaya kepemimpinan berbeda untuk situasi yang berbeda daripada hanya menggunakan satu gaya kepemimpinan. Dalam buku one-minute manager, yang ditulis oleh Blanchard et al, mencoba mengintegrasikan kebutuhan organisasi dengan kebutuhan pegawai dan konsumen. Blanchard dan koleganya menamakan pendekatan mereka sebagai Kepemimpinan Situasional. Sama dengan Manajerial Grid , perilaku kepemimpina dievaluasi dengan pendekatan dua dimensi, yaitu pengarahan dan pendukungan. Tipekepemimpinan yang relatif tidak mendukung dan tidak mengarahkan disebut gaya kepemipinan “pendelegasian”. Tipe kepemimpinan yang mendukung namun tidak mengarahkan disebut gaya kepemimpinan “pendukungan”. Perilaku kepemimpinan yang tinggi dukungan dan tinggi pengarahanmerupakan “pelatihan” , serta perilaku kepemimpinan yang sedikit dukungan dan tinggi pengarahan disebut “Pengarahan”.Model kepemimpinan tersebut dengan sengaja dibuat fleksibel. Pemimpin perlu menangani pegawai pada situasi tertentu dalam menggunakan gaya kepemimpinan spesifik, gaya kepemimpinan sebagian dipengaruhi oleh tugas dan lamanya pegawai dalam organisasi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyMJLPDUczqM1P-PN2bfUVaA9VDWIUtAd9OQVG_uUwoAM9cs6BxBtkUuKVT5wtGekS7ASCae_lRjgNJhIAitJe1sxJo5StGa_ssmbKq3DmbXbD7CpabbJkCEoat7eSN28cqlvWhSKHDFE/s1600/Situational+Leadership.png














Terdapat tumpang tindih yang jelas antara gaya kepemimpinan McGregor dan Blanchard. Teori X mencakup pengarahan dan beberapa pelatihan. Teori Y mencakup beberapa pelatihan, [endukungan, dan pendelegasian. Meskipun demikian model kepemimpinan Situasional II lebih adaptif dari keduaya. Hersey, Blenchard, dan Johnson mencatat tumpang tindih antara model McGregor dan Kepemimpinan Situasional II, namun mereka berpikir bahwa Teori X dan Teori Y menggambarkan asumsi pemimpin dan manajer tentang kepemimpinan dan asumsi tersebut sering tidak diterapkan dalam tindakan.
Jelas bahwa pemimpin harus menggunakan strategi yang berbeda untuk pegawai yang berbeda. Kepemimpinan terjadi dalam konteks sosial ketika nilai dan norma tidak dapat membantu, namun dapat mempengaruhi proses memimpin. Satu pendekatan kepemimpinan tidak dapat digunakan untuk setiap individu dalam lembaga. Sayangnya, beberapa pemimpin kesehatan masyarakat masih belum flesibel dan menggunakan satu gaya kepemimpinan secara dominan. Contohnya, seorang administrator kesehatan masyarakat lokal meyakini bahwa penting bagi dirinya untuk menggunakan pendekatan otoriter dalam mengatur stafnya. Beberapa tahun kemudian, ia pindah ke lembaga kesehatan masyarakat yang baru, yang bentuknya terlihat lebih demokratis. Ia mengubah gaya kepemimpinannya, namun tampaknya tidak menyadari bahwa gaya kepemimpinan harus dikaitkan dengan situasi yang terjadi bukan pada lembaganya.
5)        Gaya Kepemimpinan yang Efektif
Gayakepemimpinanyangmanayangsebaiknyadijalankanolehseorang pemimpin terhadaorganisasinyasangat  tergantungpada kondisianggotaorganisasiitu sendiriPada dasarnyatiapgayakepemimpinan hanyacocokuntukkondisitertentusaja.Denganmengetahui kondisinyataanggota, seorangpemimpindapatmemilihmodelkepemimpinanyangtepat.Tidak menutupkemungkinanseorangpemimpinmenerapkan gayayangberbeda untukdivisi atauseksi yangberbeda.
Gaya setiappemimpin tentunyaberbeda-beda,demikianjugadenganparapengikutnya. Inimerupakancaralainuntukmengatakanbahwasituasi-situasitertentumenuntutsatugaya kepemimpinan tertentu, sedangkan situasi lainnya menuntut gaya yang lain pula. Gaya kepemimpinanyangdijalankanolehseseorangberbedasatusamalain.
Padasuatuwaktutertentukebutuhan-kebutuhankepemimpinan darisuatuorganisasi mungkin berbeda dengan waktu lainnya, karena organisasi-organisasakan mendapatkan kesulitanbilaterus-menerusbergantipimpinan,makaparapemimpinlahyangmembutuhkan gayayangberbedapadawaktuyang berbeda.Gayayangcocoksangattergantung padatugas organisasi,tahapankehidupanorganisasi,dankebutuhan-kebutuhan padasaatitu.Organisasi- organisasiperlumemperbarui dirimerekasendiri,dangayakepemimpinanyangberbeda seringkalidibutuhkan.
Seringkaliseorangpemimpinharusbertindaksecarasepihak.Organisasi-organisasiharus melewatitahap-tahapyangberbeda dalamhidupmereka.Selamaperiode-periode pertumbuhan danperkembanganyangcepat,kepemimpinan otokrasimungkinakanbekerjadenganbaik. Misalnya,pendirisuatuorganisasikeagamaanyangbaru,sering merupakan tokohkharismatik yang mengetahuisecaraintuitifapayangharusdilakukandanbagaimana melakukannya.Karena ituadalahvisinya,makaialahyangpalingsanggupuntukmenanamkannya kepadaoranglain tanpadiskusi.Tetapiselamaperiodepertumbuhanyanglambatatau  konsolidasi,organisasi tersebutperlumenyediakanwaktulebihuntukmerenungdanberusahaagar lebihberdaya guna.
Ketikaorganisasitersebutmasihbaru,pendirinyadapatmengandalkan kekuatanvisinya untuk  menarikorang-oranglain yangmempunyaisasaran yangsama. Namun,pada waktu organisasiituberhasil,makacara-caralainuntukmempertahankan persamaanvisiakan diperlukan. Bila gaya kepemimpinatidak disesuaikan,   sehingga mencakup   penyamaan sasaran dengan peran sertapenuh,sering organisasi tersebutmengalamikegagalan.Seorang pemimpinyangbaikharusmempunyai keberanianuntukmengambilkeputusandanmemikul tanggungjawabatasakibatdanresikoyangtimbulsebagaikonsekwensidaripadakeputusan yangdiambilnya.
Seorang pemimpin haruspunyapengetahuan, keterampilan, informasiyangmendalam dalamprosesmenyaringsatukeputusanyangtepat.Disamping itu,gayakepemimpinanyang dijalankannyadalammengelolasuatuorganisasiharusdapatmempengaruhi danmengarahkan segalatingkahlakudaribawahansedemikian rupa,sehingga segalatingkahlakubawahansesuai dengankeinginanpimpinanyangbersangkutan. Apapungayakepemimpinanyangdijalankan olehseorang pemimpin terhadaporganisasiyangdipimpinnyaharusdapatmemberikanmotivasisertakenyamanbagiparaanggotanya. Hanyadenganjalandemikianpencapaiantujuandapat terlaksana.Apapungayakepemimpinanyangdijalankanolehseorangpemimpin terhadap organisasiyangdipimpinnya,diaharusdapatmemberikanmotivasi,kenyamanandanperubahan kearahkebaikanbagi anggotanya.
b.            Pengukuran Gaya Kepemimpinan
Untukmengukurgayakepemimpinan,dipergunakanindikatorsebagaiberikut(Gibson,2004):
1)      Charisma
Adanya karismadariseorangpemimpinakanmempengaruhi bawahanuntukberbuatdan berperilakusesuaidengankeinginanpimpinan.
2)      Idealin!luence(pengaruhideal)
Seorang pemimpinyangbaikharusmampumemberikanpengaruhyangpositifbagi bawahannya.
3)      Inspiration
Pemimpinharusmemilikikemampuan untukmenjadisumberinspirasibagibawahannya, sehinggabawahanmempunyaiinisiatifagardapatberkembang danmemilikikemampuan sepertiyangdiinginkanolehpemimpinnya.
4)      Intellectualstimulation
Adanyakemampuansecara intelektualitasdari seorangpemimpinakan  dapamenuntun bawahannyauntuklebihmajudanberpikiran kreatifsertapenuhinovasiuntukberkembang lebihmaju.
5)      Individualizedconsideration(perhatianindividu)
Perhatian  dari seorangpemimpinterhadap bawahannyasecara individualakan mempengaruhibawahanuntukmemilikiloyalitas tinggiterhadappemimpinnya.

2.6       Kepemimpinan yang Efektif
a.                  Studi Kepemimpinan dengan Berbagai Pendekatan
Yukl  (2015)  mengungkapkan  mengenai studi   kepemimpinan   dengan   berbagai   macam pendekatan:
1)      Situasi Kepemimpinan
Aspek situasi menentukan pentingnya kepemimpinan dan jenis kepemimpinan apa yang diperlukan. Kelompok yang anggotanya bingung dan kecil hati membutuhkan lebih banyak kepemimpinan dari pada kelompok yang teratur baik dan kohesif dengan anggota yang berkomitmen. Organisasi dilingkungan yang amat bergolak lebih membutuhkan kepemimpinan strategi untuk bertahan dan makmur daripada organisasi yang telah beroperasi secara efisien dalam lingkungan yang lebih stabil.  Terlepas dari semua tuntutan situasi dan hambatan pemimpin, mereka tetap memiliki pilihan tentang aspek apa dari pekerjaan itu yang perlu ditekankan, bagaimana mengalokasikan waktu mereka, dan berinteraksi dengan siapa. Para pemimpin yang efektif berusaha memahami tuntutan dan kendala, dan mereka mampu mengatasi konflik peran. Mereka berusaha menggunakan kesempatan, dan membentuk kesan yang dibentuk oleh orang lain mengenai kompetensi dan keahlian mereka.
Teori “Contingency’ dari Fiedler menyatakan bahwa situasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe kepemimpinan hubungan manusiawi atau toleran dan lunak akan sangat efektif. Gambar 6.1 akan memperjelas bagaimana gaya kepemimpinan efektif bervariasi dengan situasi.
Untuk menjadi pemimpin yang efektif mereka perlu menyesuaikan gaya – gaya kepemimpinan terhadap situasi. Dalam Situasi 1,2,7 dan 8, pendekatan otokratik mungkin akan paling efektif. Sedangkan dalam situasi 3,4,5 dan 6, pendekatan yang lebih berorientasi hubungan akan paling efektif. Bila pemimpin mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah kepribadian dasar dan gaya kepemimpinannya, situasi harus diubah, atau pemimpin harus dipilih yang gayanya cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat mengubah-ubah gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi persyaratan/ kebutuhan situasi tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang efektif (Handoko,2012).
2)      Perilaku Kepemimpinan
Para pemimpin yang efektif mengenali masalah yang penting, kemudian mengambil tanggung jawab dengan masalah itu dalam cara yang sistematis dan tepat waktu. Dengan menghubungkan masalah yang satu dengan yang lain, mereka menemukan kesempatan untuk memecahkan lebih dari satu masalah pada waktu yang sama.
Perilaku yang efektif menemukan perilaku yang berorientasi tugas, hubungan, dan perubahan yang cocok untuk situasi saat ini. Perilaku yang berorientasi tugas digunakan untuk memperbaiki atau memelihara efisiensi dan koordinasi internal tim atau organisasi. Para pemimpin yang efektif merencanakan dan menjadwalkan aktivitas dalam cara yang akan bisa memanfaatkan orang, sumber daya, informasi, dan peralatan dengan lebih baik. Mereka memberikan tugas, menentukan persyaratan sumber daya, dan mengoordinasikan aktivitas yang saling terkait. Mereka mendorong dan memfasilitasi upaya untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan penggunaan sumber daya. Mereka membantu memperjelas tujuan, prioritas, dan standar untuk mengevaluasi hasil. Mereka mengawasi operasi internal kelompok atau organisasi untuk menilai kinerja dan mendeteksi masalah yang harus diselesaikan.
Perilaku yang berorientasi hubungan digunakan untuk membangun komitmen terhadap tujuan kerja, rasa saling percaya dan kerja sama. Para pemimpin yang efektif menggunakan beragam perilaku yang berorientasi hubungan. Mereka bersifat mendukung terhadap orang (memperlihatkan rasa percaya dan hormat) serta memberi pengakuan atas prestasi dan kontribusi. Mereka memberikan pelatihan dan pembimbinganuntuk membangun keterampilan dan kapasitas diri pengikut. Mereka memberdayakan orang untuk mengatasi masalah operasi pekerjaan mereka dan memberi layanan yang lebih baik ke pelanggan serta klien. Mereka menggunakan perilaku pembuatan tim untuk meningkatkan identifikasi dengan kelompok dan membangun kepercayaan serta kerja sama anggota. Akhirnya, para pemimpin ini membangun dan memelihara hubungan jaringan kerja sama dengan orang luar yang merupakan sumber informasi, bantuan dan dukungan politik yang berharga.
3)   Kekuasaan dan Pengaruh
Pengaruh adalah esensi dari kepemimpinan. Banyak aktivitas para pemimpin formal melibatkan upaya untuk memengaruhi sikap dan perilaku orang, yang mencakup bawahan, rekan sejawat, atasan, dan orang luar. Berapa banyak kekuasaan dan pengaruh yang dibutuhkan pemimpin tertentu bergantung pada situasinya. Dibutuhkan pengaruh yang lebih banyak untuk membuat perubahan besar yang disitu terdapat penolakaan kuat terhadap perubahan. Tidak dibutuhkan banyak pengaruh ketika orang memiliki tujuan yang sama dan secara intrinsik termotivasi untuk melakukan apa yang diperlukan. Pengaruh yang didapatkan dari kekuasaan posisi amatlah penting saat diperlukan untuk mengendalikan para pemberontak yang mengganggu aktivitas organisasi atau kriminal yang mencuri sumber daya organisasi. Pengaruh yang menginspirasi dan pembangunan keyakinan adalah penting untuk kinerja yang sukses bagi tugas yang sulit serta membuat orang frustasi dan kecil hati, atau tugas yang berbahaya dan membuat mereka takut.
Para pemimpin yang efektif mengembangkan kekuasaan berdasarkan referensi dan kekuasaan berdasarkan keahlian untuk melengkapi kekuasaan posisi dan menggunakannya untuk membuat permintaan dan memotivasi komitmen pada tugas yang membutuhkan tinggi upaya, inisiatif, serta keteguhan. Kekuasaan berdasarkan referensi dikembangkan dengan bersikap mendukung, peduli, adil dan menerima.Kekuasaan berdasarkan keahlian diperoleh dengan menangani secara berhasil ancaman eksternal dan masalah internal. Pemimpin yang efektif berusaha memberdayakan para pengikut. Para pemimpin ini juga menggunakan cara yang tidak langsung dalam memengaruhi orang, seperti sistem managemen, sistem imbalan, program perbaikan, dan fasilitas.
4)   Ciri dan Keterampilan
Keterampilan teknis, konseptual, dan antarpribadi dibutuhkan bagi kebanyakan peran dan fungsi kepemimpinan. Keterampilan kognisi diperlukan untuk menganalisis masalah, mengembangkan solusi kreatif, mengenali pola dan tren, membedakan antara informasi relevan dan tidak relevan, memahami hubungan yang rumit. Keterampilan antarpribadi dibutuhkann untuk memengaruhi orang, mengembangkan hubungan kerja sama, membangun dan memelihara jaringan kerja, memahami individu, memudahkan kerja tim, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif. Keterampilan teknis dibutuhkan untuk memahami aktivitas, proses operasi, produk dan jasa, teknologi, dan persyaratan hukum atau kontrak. Manfaat relatif dari keterampilan yang berbeda-beda amatlah beragam dari situasi yang satu ke situasi lainnya, tetapi beberapa keterampilan khusus barangkali berguna dalam semua posisi kepemimpinan.
Bagi kepemimpinan yang efektif, ciri kepribadian kelihatannya tidak terlalu penting dibandingkan dengan keterampilan. Meski demikian, kebutuhan individu, nilai inti, dan temperamen jelas relevan bagi kepemimpinan yang efektif.
Pemimpin dengan orientasi kekuasaan pribadi berusaha mengumpulkan kekuasaan yang lebih banyak, dan mereka menggunakannya dengan cara manipulatif, impulsif, dan mendominasi untuk memperbesar kekuasaan mereka dan mendapatkan kesetiaan pribadi dari bawahan. Sebaliknya, para pemimpin yang memiliki orientasi kekuasaan sosial dan tingkat perkembangan moral kognisi yang tinggi menggunakan pengaruh mereka membangun komitmen terhadap tujuan ideal, dan mereka berusaha memberdayakan bawahan dengan berbagai informasi dan menggunakan lebih banyak konsultasi, delegasi, dan pengembangan keterampilan serta keyakinan bawahan.
Keterampilan kognisi dan teknik dibutuhkan untuk merencanakan proyek, mengoordinasikan hubungan yang rumit, mengarahkan aktivitas unit, dan menganalisis masalah operasi. Keterampilan kognisi dan keterampilan antarpribadi dibutuhkan untuk melakukan rapat pemecahan masalah yang efektif.
Beberapa ciri dan keterampilan terlihat sangat relevan bagi kepemimpinan efektif yang berorientasi hubungan. Keterampilan komunikasi (mendengarkan dan prestasi), kematangan emosi, dan kecerdasan emosi memfasilitasi perkembangan hubungan yang kooperatif dan membuat upaya memengaruhi lebih efektif. Pemimpin dengan orientasi kekuasaan sosial akan lebih mungkin mendukung, mengembangkan dan memberdayakan bawahan. Apresiasi bagi perbedaan individu dan budaya dapat membantu pemimpin memengaruhi orang dalam kelompok yang beragam dan memudahkan kerja sama dan kerja tim.
Beberapa ciri dan keterampilan terlihat amatlah relevan bagi kepemimpinan efektif yang berorientasi perubahan.  Orientasi keberhasilan yang kuat dapat menjadi sumber motivasi untuk berjuang agar menjadi luar biasa dan mengejar perbaikan yang inovatif. Keterampilan kognisi yang kuat dan pengetahuan teknis yang relevan membantu pemimpin mengenali ancaman dan kesempatan dalam lingkungan eksternal dan memformulasikan strategi yang tepat berdasarkan pada kompetensi inti organisasi. Orientasi kekuasaan sosial, integritas yang kuat, dan tingkat perkembangan moral yang tinggi ditemukan dalam pemimpin yang perhatian utamanya adalah kesejahteraan pengikut dan organisasi, bukan kemajuan karier mereka sendiri atau keuntungan pribadi. Kecerdasan sosial dan emosi membantu pemimpin menentukan siapa yang harus dipengaruhi untuk mendukung perubahan dan bagaimana melakukannya. Keterampilan komunikasi  membantu pemimpin menyampaikan visi yang menarik dan membujuk orang akan perlunya perubahan.
Kesediaan dan kemampuan untuk belajar serta beradaptasi adalah persyaratan penting bagi kepemimpinan yang efektif di dunia ini tidak pasti dan bergolak. Pemimpin yang efektif cukup fleksibel sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka ketika kondisi berubah, dan mereka menemukan cara menyeimbangkan nilai yang berbeda serta mengatasi konflik peran. Keterampilan dan pengetahuan yang relevan dapat diperoleh melalui kombinasi pelatihan formal, aktivitas pengembangan, dan aktivitas pembelajaran mandiri. Namun, motivasi dan kepribadian seseorang juga memengaruhi keinginan untuk mempelajari keterampilan baru, kesediaan untuk mengambil risiko dalam mencoba pendekatan baru, kesiapan untuk menerima umpan balik tentang kekurangan.

b.                         Esensi Kepemimpinan yang Efektif
Menurut Yukl (2015) Esensi Kepemimpinan yang Efektif yaitu:
1)                    Membantu Menerjemahkan Makna Peristiwa.
Para pemimpin yang efektif membantu orang menerjemahkan peristiwa, memahami mengapa peristiwa itu relevan, dan mengenali ancaman dan kesempatan yang muncul.
2)                    Membantu Penyesuaian atas Tujuan dan Strategi.
Kinerja yang efektif pada tugas kolektif membutuhkan kesepakatan yang cukup besar tentang apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Membantu membangun konsensus tentang pilihan ini amatlah penting dalam kelompok yang baru terbentuk dan dalam organisasi yang telah kehilangan jalan mereka. Para pemimpin yang efektif membantu menciptakan kesepakatan tentang tujuan, prioritas dan strategi.

3)                    Membangun Komitmen Tugas dan Optimisme.
Kinerja tugas yang sulit dan penuh tekanan membutuhkan komitmen dan keteguhan ketika menghadapi halangan dan kemunduran. Para pemimpin yang efektif meningkatkan antusiasme atas pekerjaan itu, komitmen terhadap tujuan tugas, dan keyakinan bahwa upaya itu akan berhasil.
4)                    Membangun Rasa Saling Percaya dan Kerja Sama.
Kinerja yang efektif pada tugas kolektif membutuhkan kerja sama dan saling mempercayai, yang akan terjadi ketika orang saling memahami, menghargai keberagaman, dan mempu menghadapi serta menyelesaikan perbedaan dalam cara yang konstruktif. Para pemimpin yang efektif memupuk sikap saling menghormati, rasa saling percaya, dam kerja sama.
5)                    Memperkuat Identitas Kolektif.
Keefektifan kelompok atau organisasi membutuhkan paling tidak derajat identifikasi kolektif yang menengah. Para pemimpin yang efektif membantu menciptakan identitas unik bagi kelompok atau organisasi, dan yang efektif membantu menciptakan identitas unik bagi kelompok atau organisasi, dan mereka menyelesaikan masalah keanggotaan dalam cara yang konsisten dengan identitas ini.
6)                    Mengatur dan Mengoordinasikan Aktivitas.
Kinerja yang berhasil pada tugas yang rumit membutuhkan kapasitas untuk mengkoordinasikan banyak aktivitas yang berbeda tetapi saling terkait dalam cara yang mengunakan orang dan sumber daya secara efisien. Para pemimpin yang efektif membantu orang menjadi teratur melaksanakan aktivitas kolektif secara efisien, dan mereka membantu mengkoodinasikan aktivitas ini ketika terjadi.
7)                    Mendorong dan Memfasilitasi Pembelajaran Kolektif.
Dalam lingkungan yang amat kompetitif dan bergolak, pembelajaran dan inovasi yang berkelanjutan amat penting bagi kelangsungan dan kemakmuran organisasi. Para anggota harus mempelajari secara kolektif cara yang lebih baik untuk bekerja bersama menuju tujuan bersama.  Para pemimpin yang efektif mendorong dan memfasilitasi pembelajaran dan inovasi kolektif.
8)                    Mendapatkan Sumber Daya dan Dukungan yang Diperlukan.
Bagi kebanyakan kelompok dan organisasi, kelangsungan dan kemakmuran membutuhkan pertukaran yang menguntungkan dengan pihak-pihak luar. Sumber daya, persetujuan, bantuan dan dukungan politis harus diperoleh dari atasan dan orang diluar unit itu. Para pemimpin yang efektif mempromosikan dan mempertahankan minat unit dan membantu memperoleh sumber daya dukungan yang diperlukan.
9)                    Mengembangkan dan Memberdayakan Orang.
Kinerja kelompok atau organisasi kemungkinan menjadi lebih baik bila anggota yang kompeten terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan. Keterampilan yang relevan harus dikembangkan untuk menyiapkan orang bagi peran kepemimpinan, tanggung jawab baru, dan perubahan besar. Para pemimpin yang efektif membantu orang-orang mengembangkan keterampilan mereka dan memberdayakan orang untuk menjadi agen perubahan dan pemimpin itu sendiri.
10)                Mempromosikan keadilan Sosial dan Moralitas.
Kepuasan dan komitmen anggota ditingkatkan dengan iklim keadilan, rasa iba, dan tanggung jawab sosial. Untuk memelihara iklim demikian diperlukan upaya aktif untuk melindungi hak individu, mendorong tanggung jawab sosial, dan menentang praktik yang tidak etis. Para pemimpin yang efektif memberikan cotoh perilaku yang etis, dan mereka melakukan tindakan yang diperlukan untuk mempromosikan keadilan sosial.







BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau kelompok dalam memenuhi tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki 3 fungsi yaitu Aspek tekis-organisatoris, Aspek finansial ekonomi, Aspek manusia (sosial) yang masing masing memiliki pengaruh dalam pengimplementasian suatu kepemimpinan. Selain itu,Hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa seorang yang tergolong sebagai pemimpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya telah diberkahi bakat kepemimpinan dan mengembangkan bakat genetisnya melalui pendidikan pengalaman kerja. Pengembangan kemampuan itu merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus agar yang bersangkutan semakin memiliki banyak ciri-ciri kepemimpinan dan kesemuanya dimunculkan dalam bentuk syarat-syarat kepemimpinan.
Dalam pelaksanaannya kepemimpinan juga terdiri dari beberapa pendekatan kepemimpinan, pendekatan tersebut meliputi Pendekatan Sifat (Trait), Pendekatan Keahlian (Skill), Pendekatan Gaya (Style), Pendekatan Situasional, Pendekatan Kontijensi, Teori Path-Goal, Teori Pertukaran Leader-Member, Pendekatan Transformasional, Pendekatan Otentik, Pendekatan Tim dan Pendekatan Psikodinamik yang semuanya itu akan menciptakan suatu gaya kepemimpinan yang akan diwujudkan dalam bentuk tindakan oleh individu maupun organisasi dalam proses pelaksanaan manajemen. Sehingga dengan adanya seluruh proses dan komponen-komponen kepemimpinan tersebut maka akan menciptakan suatu produk kepemimpinan yang efektif dan layak untuk dilakukan dalam sutau organisasi.
3.2 Saran
Dalam upaya mewujudkan suatu organisasi yang baik yang mengacu pada pelaksanaan sistem yang dilakukan secara menyeluruh, maka diperlukan suatu penyesuaian praktek-praktek kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin organisasi maupun anggota organisasi lainnya, sehingga organisasi yang ditempati bisa menjadi organisasi yang efektif dan dapat melihat problematika yang ada baik di internal maupun eksternal organisasi dan menyelesaikan masalah yang didapatkan dengan proses-proses kepemimpinan tepat guna dan tepat sasaran.

DAFTAR PUSTAKA


Bernard M. Bass and Ronald E. Riggio, Transformational..., op.cit., p.10
Bernard M. Bass and Ronald E. Riggio, Transformational..., op.cit.
Bernard M. Bass and Ronald E. Riggio, Transformational Leadership, 2nd Edition (Mahwah, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2008)  p.1-16.
Bruce J. Avolio and Fred J. Luthans, The High Impact Leader: Moments Matter in Accelerating Authentic Leadership (New York: McGraw-Hill, 2006) p.2
Carl E. Larson and Frank M.J. LaFasto, Teamwork: What Must Go Righ, What
Can Go Wrong (Newbury Park, California: SAGE Publications, Inc., 1989)
Daina Mazutis, “Authentic Leadership” dalam W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, eds., Cases in Leadership (Thousand Oaks, California: SAGE Publications, 2011) p286-7.
Don Hellriegel and John W. Slocum, Organizational Behavior, 11th Edition  (Mason, Ohio : Thomson Higher Education, 2007) p. 219.
Ernest L. Stech, “Psychodynamic Approach” dalam Peter Guy Northouse,
Kartono, Kartini. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan “Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?”. Jakarta. Rajawali Press
Leadership ..., op.cit., p.272-3
Laurie J. Mullins,Management and Organisational Behavior, 7thEdition, (Essex:
Pearson Education Limited, 2005), p.282.
Robert N. Lussier and Christopher F. Achua, Leadership : Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition (Mason, Ohio : South-Western Cengage Learning, 2010)  p.6.
Gary Yukl, Leadership in Organizations, Sixth Edition (Delhi : Dorling Kindersley, 2009) p.26.
George R. Goethals, eds., et.al.,Encyclopedia of Leadership, (Thousand Oaks: SAGE Publications, 2004) p.1529.
Laurie J. Mulllins, op.cit.,  p.295-99.
Laurie J. Mullins, op.cit.
Peter G. Northouse, Leadership : Theory and Practice, Fifth Edition (Thousand Oaks, California : SAGE Publication, 2010) p.3. Sebelum muncul footnote      baru, materi ini masih mengikut pendapat Northouse.
Peter G. Northouse, Leadership ..., op.cit., p.71
Peter Guy Northouse, op.cit., p.147-56. Sebelum diseling footnote lain, penjelasan menginduk pada bahasan Northouse.
Richard L. Daft, The Leadership Experience, 4th Edition (Mason, Ohio : Thomson Learning Education,  2008) p. p.55.
Stephen P. Robbins, Essentials of Organization Behavior, 7th Edition (New Jersey  : Pearson Education, Inc., 2003), p.130.
Susan E. Kogler Hill, “Team Leadership” dalam Peter Guy Northouse, Leadership ...,op.cit., p.244.
T. Hani Handoko, (2012). Manajemen, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE
Umam, Khaerul, 2012. Manajemen Organisasi. Bandung. : Pustaka Setia
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, Cases in Leadership, (Thousand Oaks, New York: SAGE Publication, 2011) p.314-6.
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, Cases in Leadership, Second Edition (Thousand Oaks,California : SAGE Publications, Inc., 2010) p.101-3.Gambar diambil dari Peter G. Northhouse, op.cit., p. 74.
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, op.cit., p. 101.Diambil dari Don Hellriegel and John W.Slocum, Organizational ..., op.cit., p. 222.
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta. Rineka Cipta
Yukl Gary, (2015). Kepemimpinan dalam Organisasi, Edisi 7. Jakarta. PT Indeks